Pemenang lomba novel yang "perbedaan mutu yang tajam antara pemenang pertama dan naskah-naskah lainnya, membuat dewan juri tidak memilih pemenang-pemenang di bawahnya." Hati-hati spoiler di review saya berikut.
Kesan saya membaca buku ini: indah. Meski iman saya sejak awal memprotes metafora yang digunakan. Awalnya saya kesal sekali dengan penggambaran bahwa Beliau, Pencipta alam semesta ini, adalah anak laki-laki di dalam tempat sampah.
"Di dalam tempat sampah itu ada 109 gunung tinggi, tujuh benua, dan lima lautan, semuanya tersusun, dihuni, dan diisi oleh sampah."
Di akhir buku, saya menemukan bahwa ternyata sampah itu adalah sisa dunia yang hancur. Dan ternyata, setelah akhir dunia itu, lahir dunia baru yang ternyata adalah awal dari cerita ini, menggambarkan bahwa tidak ada awal dan akhir.
Di sini saya juga kurang setuju, tentu saja, jangan dibandingkan dengan kebenaran, ini hanya novel fiksi dengan tema seni. Tapi rasanya mengganjal karena bercampur fakta dengan fiksi dengan topik ini. Ya, di buku ini juga membahas (secara tidak langsung) kisah-kisah iblis, malaikat, manusia, nabi, dajjal, dsb.
Kemudian serpihan terakhir bus damri yang menjadi jarum jahit Beliau, jika siklus itu berputar, ketika bus itu hancur, kemana jarum yang sebelumnya? Mungkin mati dan diganti dengan serpihan itu.
Dan terakhir, jika Beliau tahu segalanya, tetap saja senang, sedih, marah ya terhadap kejadian. Saya jadi ingat selama ini, saya tahu sesuatu tapi tetap saja merasakan emosi-emosi itu.